Sambutan Prof. Dr. K.H. Ma’ruf Amin di Acara Silaturrahim Halal Bihalal Nasional MUI Tahun 2021
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Bismillahirrahmannirrahim الحمد لله رب العالمين، إياه نعبد وإياه نستعين، والعاقبة للمتقين، ولا عدوان إلا على الظالمين، والصلاة والسلام على سيدنا وحبيبنا وشافعنا ومولانا محمد سيد الأنبياء والمرسلين، وعلى آله وأصحابه أجمعين. Ulamaina al-kiram wa masyayikhana al-afadhil, wabil khusus ketua umum Majelis Ulama Indonesia Kyai Haji Miftahul Akhyar, pimpinan MUI Pusat, dan Pimpinan MUI Provinsi; Yang saya hormati ketua Mahkamah Agung, yang mulia para Duta Besar negara sahabat, para Menteri Kabinet Indonesia Maju, para Pimpinan Lembaga non Kementerian; Para undangan dan hadirin yang saya muliakan. Pertama-tama, saya menyampaikan syukur alhamdulillah, malam ini kita bisa bersama-sama hadir dalam acara Halal Bi Halal dan Silaturahim Majelis Ulama Indonesia. Dalam kaitan ini, saya ingin menyampaikan ucapan “minal ‘Aidin Wal Faizin Taqabbalallahu shiyamana wa shiyamakum, kulla ‘am wa antum bi khair”, mohon maaf lahir dan batin. Acara halal bihalal ini sangat penting, karena kita merasa mempunyai banyak kesalahan, dan itu manusiawi. Karena kita bukan Nabi dan bukan Rasul yang dijaga oleh Allah tanpa kesalahan. Kita tidak ma’shum. Oleh karena itu, menjadi wajar kita sebagai orang yang merasa bersalah dan meminta maaf atas kesalahan tersebut. Sering saya katakan, orang yang bersalah itu manusiawi, sebagaimana sabda Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- “Kullu bani adama khath-tha`un”, semua manusia itu bersalah. “Wa khairu al-khaththa`in at-tawwabun”, dan sebaik-baik orang bersalah itu yang bertaubat, meminta maaf. Yang tidak baik itu orang yang bersalah tapi tidak mau minta maaf. Lebih tidak baik lagi adalah orang yang tidak pernah merasa salah. Nah, dalam kesempatan halal bihalal ini, kita sebagai pribadi, sebagai lembaga, sebagai komunitas, atau sebagai organisasi saling meminta maaf dan saling memaafkan, baik atas kesalahan kepada Allah maupun kesalahan kepada umat. Momentum halal bihalal ini juga bisa kita jadikan sarana untuk melakukan penilaian kembali terhadap apa yang sudah kita lakukan, agar kita tidak melakukan kesalahan-kesalahan lagi di masa mendatang. Dalam konteks sebagai pengurus MUI, kita perlu mengingat kembali tugas utama kita, yaitu seperti dikatakan Nabi Syuaib dalam Al-Qur’an (إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ), saya tidak menghendaki apa-apa kecuali melakukan ishlah, perbaikan-perbaikan, sepanjang kemampuan saya. Tugas kita adalah ishlah al-ummah, memperbaiki umat. Ini merupakan khiththah nabawiyyah, langkah-langkah kenabian. Perbaikan yang dimaksudkan ialah ishlah fi al-‘aqidah (memperbaiki aqidah), ishlah fi al-ibadah (memperbaiki ibadah), ishlah fi al-mu’amalah (memperbaiki muamalah), dan juga ishlah fi al-akhlaq (memperbaiki ahlak). Tugas utama kita adalah melakukan perbaikan-perbaikan itu, dengan niat mencari keridoan Allah SWT, bukan untuk mencari kehormatan, dan bukan juga untuk mencari kekuasaan. Kalau soal kemuliaan atau soal kekuasaan, itu bukan wewenang kita, bukan wilayah kita. Kemuliaan dan kekuasaan adalah khuthwah rabbaniyyah, langkah ketuhanan. Oleh karena itu di dalam Al-Qur’an dikatakan : قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ “Katakanlah (Muhammad), “Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan.” QS. Ali Imran: 26. Ayat tersebut menjelaskan bahwa kemuliaan dan kekuasaan itu bukan kuasa kita untuk mengaturnya (laisa khuthwatuna), tetapi kuasa penuh Allah SWT (khuthwah rabbaniyyah). Kita perlu merenungkan, kenapa dulu pada masa-masa awal Islam, saat di bawah pimpinan Rasulullah, di bawah pimpinan para sahabat, umat Islam memperoleh kemuliaan dan memperoleh kekuasaan? Itu adalah Tsamrah (buah) yang diberikan Allah atas perjuangan mereka. Itu adalah ‘athiyyah rabbaniyah, pemberian Tuhan yang diberikan kepada mereka. Karena mereka berjuang dengan sungguh-sungguh, dengan mencari keridhaan Allah –subhanahu wa ta’ala. Dan itu memang janji Allah –subhanahu wa ta’ala, seperti disebutkan dalam banyak ayat yang menyatakan itu, antara lain ayat berikut: إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آَمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ “Sesungguhnya Kami akan menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari tampilnya para saksi (hari Kiamat).” QS. Ghafir: 51 Ini memang janji Allah, dan itu sudah dipenuhi untuk diberikan pada para Sahabat Lalu di ayat yang lain Allah menyatakan: فَأَوْحَى إِلَيْهِمْ رَبُّهُمْ لَنُهْلِكَنَّ الظَّالِمِينَ. وَلَنُسْكِنَنَّكُمُ الْأَرْضَ مِنْ بَعْدِهِمْ ذَلِكَ لِمَنْ خَافَ مَقَامِي وَخَافَ وَعِيدِ “Maka Tuhan mewahyukan kepada mereka: “Kami pasti akan membinasakan orang-orang yang zalim itu. Dan Kami pasti akan menempatkan kamu di negeri-negeri itu sesudah mereka. Yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) kehadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku.”. QS. Ibrahim 13-14. Ada beberapa ayat lain yang isinya hampir serupa dengan ayat di atas. Yang paling banyak dihafal orang adalah ayat berikut: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ، تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ، يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ. وَأُخْرَى تُحِبُّونَهَا نَصْرٌ مِنَ اللَّهِ وَفَتْحٌ قَرِيبٌ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ “Wahai orang-orang yang beriman! Maukah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih. Yaitu kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui. niscaya Allah mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan ke tempat-tempat tinggal yang baik di dalam surga ‘Adn. Itulah kemenangan yang agung. Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang mukmin.” QS. As-Shaff: 10-13. Ayat ini menjanjikan bahwa jihad, baik jihad dengan arti perang (qital) ataupun dengan arti perbaikan (ishlah), bisa menyelamatkan min ‘adzabin alim (dari siksa yang pedih). Tapi ada janji lain dari Allah, “wa ukhra tuhibbunaha” (Dan sesuatu (balasan) lain yang kamu sukai), yaitu nashrun minallah (pertolongan Allah) dan fathun qarib (kemenagan yang dekat). Ini Semua janji-janji Allah, dan sudah dipenuhi oleh Allah pada masa itu, yaitu masa para sahabat. Oleh karena itu sayyidina Umar –radhiyallahu ‘anhu– mengatakan : نحن قوم أعزنا الله بالإسلام فمهما نطلب العزة بغير ما أعزنا الله به أذلنا الله “Kita ini kaum yang dimuliakan Allah karena Islam. Apabila kita mencari kemuliaan bukan dengan cara yang seperti kita dimuliakan Allah, maka Allah akan menghinakan kita.” Ini saya kira … Baca Selengkapnya