Sebagai salah satu pilar utama bangun Islam, zakat memiliki 3 (tiga) makna utama yang dapat dijelaskan sebagai berikut.
-
Makna Pertama: Pembuktian Ketulusan Tauhid
Pengakuan atau pernyataan syahadat adalah komitmen verbal untuk mengesakan Allah S.w.t. Namun, komitmen ini harus disertai keikhlasan tauhid dan tentu tidak cukup hanya dengan kata-kata, ia harus dibuktikan melalui tindakan. Allah S.w.t. berfirman,
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (3)
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? (2) Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (3)” (Q.S. al-‘Ankabut, 2-3)
Salah satu ujian tauhid adalah dengan melepaskan hal yang paling disukai manusia, yaitu harta karena harta adalah tool untuk menikmati dunia dan dinilai dapat memberikan rasa aman.
Di sisi lain, komitmen tauhid mengharuskannya menjadikan Allah S.w.t. sebagai satu-satunya yang harus dicintai. Dengan berzakat, seorang muslim diuji apakah ia lebih mencintai Allah atau hartanya. Allah S.w.t. berfirman,إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَىٰ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُم بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ …
“Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan surga” (Q.S. al-Tawbah, 111)
Ayat ini memberikan pesan bahwa orang yang benar-benar mencintai Allah akan rela mengorbankan nyawanya, hartanya, bahkan total kehidupannya untuk mendapatkan keridhaan-Nya. Ini sejalan dengan konsep bahwa Allah "membeli" nyawa dan harta orang mu’min, yang berarti mereka harus rela menyerahkan semua itu sebagai bentuk pengabdian dan cinta yang tulus kepadaNya.
Terkait hal ini, orang yang beriman terbagi dalam tiga kelompok:
- Kelompok totalis.
Di antara kelopok ini adalah Abu Bakr r.a. yang menyerahkan seluruh aset kekayaaanya untuk kepentingan Perang Tabuk - Kelompok moderat.
Kategori ini adalah mereka menyimpan aset kekayaannya hanya untuk kebutuhan primer, sementara kelebihannya diberikan untuk kepentingan sosial dan agama. - Kelompok minimalis.
Kategori ini adalah mereka yang hanya membayar zakat sesuai kewajiban dan tidak lebih karena karena kepeduliannya terhadap kekayaannya yang begitu dominan dalam hati mereka.
- Kelompok totalis.
-
Makna Kedua: Pembersihan Jiwa dari Sifat Kikir
Zakat adalah cara untuk membangun kebiasaan memberi, yang dapat mengikis sifat kikir dalam diri. Merujuk kepada sabda Rasulullah s.a.w., sifat ini adalah salah satu penyakit hati yang paling berbahaya,
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ … فَأَمَّا الْمُهْلِكَاتٌ : فَشُحٌّ مُطَاعٌ ، وَهَوًى مُتَّبَعٌ ، وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ (رواه الطبَراني)
“Terdapat tiga hal yang dapat membinasakan … Adapun yang membinasakan itu adalah: kekikiran yang ditaati, hawa nafsu yang selalu diikuti, dan kekaguman seseorang terhadap dirinya sendiri” (Q.S. At-Tawbah, 111)
Mengapa kikir berbahaya?
Kikir mendorong manusia untuk hanya memikirkan dirinya sendiri, tidak peduli pada penderitaan orang lain, dan membuat seseorang enggan untuk berbagi. Tidak heran jika beliau s.a.w. mengingatkan bahwa kikir memiliki daya rusak yang amat kuat (muhlik). Efek negatif sifat kikir dapat memperburuk tatanan masyarakat dunia secara umum, tidak terbatas hanya pada tatanan masyarakat lingkup kecil dan negara. Di antara dampak sifat kikir yang membahayakan tatanan masyarakat, termasuk tatanan masyarakat dunia adalah:- ketimpangan sosial,
- ketidakstabilan ekonomi,
- hilangnya solidaritas dan kerja sama global,
- rusaknya hubungan antar individu, dan pada akhirnya
- konflik, pertikaian, dan kekacauan (chaos) dalam masyarakat atau bahkan dalam hubungan internasional.
Oleh karena itu, zakat dan juga bentuk sedekah atau charity lainnya menjadi penting bagi setiap individu/pihak demi terciptanya keharmonisan dan stabilitas sosial.Karena alasan inilah, zakat dalam fiqh Islam diatur oleh negara, bukan diserahkan kepada keinginan setiap individu.
Begitu pentingnya pengikisan sifat kikir, Allah S.w.t. menyatakan bahwa orang yang berhasil mengalahkan sifat ini adalah mereka yang sukses, duniawi dan ukhrawi.
… وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (9)
“Siapa yang dijaga dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung” (Q.S. al-Hasyr, 9).
Dengan membayar zakat secara rutin, seseorang dilatih untuk terbiasa melepaskan aset kekayaanya. Semakin sering seseorang memberi, semakin terkikis rasa cinta berlebihan terhadap kekayaan (baca: kikir), sehingga sifat kikir pun melemah. Inilah yang dimaksud dengan zakat sebagai bagian dari proses pembersihan jiwa, yang berujung pada peraihan al-falah (kesuksesan dunia dan akhirat).
Indikator keberhasilan pengikisan sifat kikir adalah:
- kemunculan rasa bahagia dalam hati karena bisa berbagi;
- Tidak ada rasa kecewa karena aset berkurang; serta
- peningkatan keyakinan diri terhadap janji Allah S.w.t. dalam ayat 111, Al-Tawbah.
-
Makna Ketiga: Bentuk Syukur atas Nikmat
Layaknya ibadah fisik, seperti shalat, adalah bentuk syukur atas nikmat tubuh, zakat adalah ibadah finansial sebagai bentuk syukur atas aset finansial yang diberikan oleh Allah S.w.t.
Allah menciptakan perbedaan rezeki di antara hambaNya sebagai ujian, ujian bagi yang mampu agar dapat membantu yang tidak mampu. Ketika kita melihat orang yang kekurangan, lalu kita tidak rela membantunya dengan hanya 2,5% dari aset kekayaan kita, itu adalah indikator kurangnya rasa syukur dan terima kasih atas kelebihan yang Tuhan titipkan kepada kita.
Lebih dalam dari itu, berzakat tidak hanya membantu orang yang membutuhkan, tetapi juga merupakan bentuk pengakuan bahwa semua yang kita miliki berasal dariNya, mengingat kita terlahir hanya dengan tubuh telanjang tanpa membawa aset apa pun yang menyertainya, lalu berjalan seiringnya waktu kita mulai memiliki, dan kemudian kembali kepadanya juga dengan tubuh telanjang tanpa aset yang menyertainya. Dengan berzakat, kita menyadari bahwa kita tidak lupa diri tentang asal dan akhir kehidupan kita.
Zakat adalah Solusi Spiritual, Sosial, dan Psikologis.
Mengacu pada penjelasan di atas, sebagai salah satu pilar bangun Islam, zakat merupakan solusi spiritual, sosial, dan psikologis bagi orang beriman.
- Secara spiritual:
Zakat adalah cara untuk mendekatkan diri kepada Allah, membersihkan hati, dan memperkuat tauhid. - Secara sosial:
Zakat mengurangi kesenjangan ekonomi, membantu yang membutuhkan, dan menciptakan masyarakat yang lebih peduli. - Secara psikologis:
Zakat memberikan kebahagiaan karena mereka mampu membantu sesama dan meningkatkan rasa percaya diri bahwa hidup telah diberkahi . Ada kepuasan psikologis dalam berzakat.
* Penyangkalan: sebagian besar tulisan ini merujuk kepada buku Ihya` Ulum al-Din, karya al-imam al-Ghazaliy (w. 505 H), Kitab Asrar al-Zakah, al-Fashl al-Tsani, Bayan Daqa`iq al-Adab al-Bathinah fi al-Zakah (Penjelasan tentang Etika Batin dalam Zakat).