Apa substansi dari PP Nomor 72 tahun 1992?

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992, tepatnya di dalam Pasal 5 dinyatakan:

  • Ayat 1: Bank berdasarkan prinsip bagi hasil wajib memiliki Dewan Pengawas Syariat yang mempunyai tugas melakukan pengawasan atas produk perbankan dalam menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat agar berjalan sesuai dengan prinsip Syariat
  • Ayat 2: Pembentukan Dewan Pengawas Syariat dilakukan oleh Bank yang bersangkutan berdasarkan hasil konsultasi dengan lembaga yang menjadi wadah para ulama Indonesia

Penjelasan Pasal 5 ayat 2 ini menegaskan bahwa yang dimaksud dengan lembaga yang menjadi wadah para ulama Indonesia dalam ayat ini adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat.

Pasal 5 dalam Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil merupakan dasar formal regulasi pertama bagi Majelis Ulama Indonesia untuk mendirikan Dewan Syariah Nasional. Namun sebelum Peraturan Pemerintah ini terbit, Majelis Ulama Indonesia telah menetapkan Dewan Pengawas Syariah di Bank Mualamat Indonesia, antara lain K.H. Hasan Basri, Prof. K.H. Ali Yafie dan Prof. KH. Ibrahim Hosen.

Kutipan Harian

Kejujuran merupakan kunci utama meraih keberkahan aktifitas bisnis.

الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا ، فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا ، وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا (رواه البخاري ومسلم)

“Penjual dan pembeli memiliki opsi khiyar (majlis) selama keduanya belum berpisah (secara fisik). Jika keduanya jujur dan saling terbuka maka transaksi jual beli mereka diberkahi. Jika keduanya berbohong dan menyembunyikan kecacatan maka keberkahan dihapus dari transaksi mereka.” (H.R. Al Bukhariy dan Muslim)

1262