ARTIKEL

Keunikan Institusi Keuangan dan Bisnis Islam: Dari Prinsip ke Praktik Nyata

Penulis: Muhammad Faishol

Institusi keuangan dan bisnis Islam memiliki tanggung jawab untuk menampilkan perbedaan yang nyata dan esensial, bukan hanya perbedaan formal, dari produk dan praktik institusi keuangan konvensional. Larangan terhadap riba dan akad-akad yang mengandung unsur gharar tidak hanya dilandasi pertimbangan teknis, tetapi juga prinsip moral dan keimanan yang menjadi inti dari sistem ekonomi Islam. Hal ini karena implikasi negatif riba dan gharar yang sangat merugikan baik secara ekonomi maupun sosial.

Esensi Larangan Riba dan Gharar

Larangan riba (bunga) dan gharar (ketidakpastian atau “spekulasi”) ―sekedar menyebut contoh― merupakan salah satu pilar penting dalam sistem keuangan dan bisnis Islam. Keduanya tidak hanya dilarang karena bentuk atau formalitasnya, tetapi karena dampaknya yang destruktif terhadap masyarakat:

  1. Riba menciptakan ketimpangan ekonomi, mendorong eksploitasi, dan memperburuk ketidakstabilan sistem keuangan.
  2. Gharar membuka peluang manipulasi dan ketidakadilan, mengancam kepercayaan dalam transaksi, serta meningkatkan risiko yang tidak dapat diprediksi.

Peran Keimanan dalam Institusi Keuangan dan Bisnis Islam

Keimanan memegang peran yang sangat penting dalam operasional institusi keuangan dan bisnis Islam. Keyakinan kepada Allah SWT dan komitmen terhadap nilai-nilai syariah menjadi dasar utama setiap keputusan dan praktik keuangan. Keimanan ini memiliki beberapa implikasi penting:

  1. Motivasi untuk Menjaga Amanah
    Keimanan mengajarkan bahwa segala aktivitas manusia, termasuk dalam keuangan, merupakan amanah yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Institusi keuangan dan bisnis Islam, melalui keimanan, tidak hanya mencari keuntungan materi tetapi juga keberkahan dalam setiap transaksi.
  2. Prinsip Etika dan Moral
    Keimanan memberikan landasan bagi praktik bisnis yang beretika, adil, dan transparan. Hal ini memastikan bahwa tidak ada pihak yang dirugikan, sehingga harmoni sosial dapat terjaga.
  3. Meningkatkan Kesejahteraan Umat
    Sebagai perwujudan iman, institusi keuangan dan bisnis Islam didorong untuk memprioritaskan investasi yang mendukung kesejahteraan umat, seperti pembiayaan sektor riil, pendidikan, dan pembangunan infrastruktur yang bermanfaat.
  4. Komitmen Terhadap Al-Maqashid al-Syar’iyyah
    Keimanan memperkuat tekad untuk mencapai Al-Maqashid al-Syar’iyyah (Kehendak Tuhan dalam Aturan DitetapkanNya) , yang mencakup perlindungan agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Semua keputusan keuangan diarahkan untuk mendukung nilai-nilai ini.

Peran Institusi Keuangan dan Bisnis Islam dalam Masyarakat

Keimanan yang menjadi landasan sistem keuangan Islam mendorong institusi keuangan dan bisnisnya untuk menjalankan fungsi sosial secara nyata. Fungsi ini mencakup:

  1. Mendorong Keadilan Ekonomi

    Institusi keuangan dan bisnis Islam berperan sebagai instrumen untuk mendistribusikan kekayaan secara adil melalui praktik seperti zakat, wakaf, dan pendanaan mikro berbasis syariah.

  2. Menghindari Formalitas Tanpa Esensi

    Keimanan mengarahkan institusi keuangan dan bisnis Islam untuk tidak hanya memodifikasi produk konvensional agar tampak Islami, tetapi memastikan bahwa produk tersebut benar-benar bebas dari unsur ribam gharar, dan praktik yang dilarang lainnya.

  3. Menguatkan Akhlak dalam Bisnis

    Institusi keuangan dan bisnis Islam harus menjadi contoh dalam mengutamakan kejujuran, transparansi, dan kepedulian sosial dalam praktik bisnisnya.

Keimanan sebagai Penggerak Utama Sistem 

Keimanan bukan hanya elemen tambahan dalam sistem keuangan Islam, melainkan inti dari seluruh aktivitasnya. Institusi keuangan dan bisnis Islam berperan tidak hanya sebagai entitas ekonomi, tetapi sebagai perwujudan keimanan yang mengarahkan setiap aktivitasnya pada penerapan nilai-nilai Islam yang diimaninya. Praktik keuangan dan bisnis Islam sudah selayaknya mencerminkan prinsip keadilan, transparansi, dan tanggung jawab sosial yang lahir dari sebuah keyakinan kepada Allah SWT dan kebenaran ajaran-ajaranNya.

Dengan demikian, dalam praktik idealnya, keimanan adalah penggerak utama. Penggerak utama agar institusi keuangan Islam berperan tidak hanya sebagai entitas ekonomi belaka yang berkutat dengan bagaimana cara keuntungan material diperoleh, tetapi juga sebagai penyampai yang mengajak praktisi dan orang lain menjalankan nilai-nilai positif, universal dan holistik.

Jika institusi keuangan Islam hanya berperan sebagai entitas ekonomi belaka, tanpa menjalankan tanggung jawab sosial, moral, dan spiritualnya, beberapa akibat negatif terbuka kemungkinan terjadi:

    1. Kehilangan Identitas sebagai Sistem Keuangan Islam

      Institusi keuangan Islam akan kehilangan esensinya sebagai alternatif berbasis syariah. Ia hanya menjadi replika dari sistem keuangan konvensional dengan sedikit modifikasi istilah atau prosedur, tanpa membawa nilai-nilai Islam yang seharusnya menjadi landasannya.

    2. Ketidakmampuan Mencapai al-Maqashid al-Syar’yyah

      Al-Maqashid al-Syar’iyyah yang mencakup perlindungan agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta tidak dapat dicapai. Institusi keuangan hanya berfokus pada keuntungan finansial, mengabaikan tanggung jawab untuk menciptakan kesejahteraan dan keadilan sosial.

    3. Potensi Eksploitasi dan Ketidakadilan

      Dengan fokus semata-mata pada ekonomi, praktik seperti gharar (ketidakpastian) dan riba (bunga) dapat kembali muncul dalam bentuk baru. Ini akan merugikan masyarakat, terutama yang berada dalam posisi ekonomi lemah, dan menciptakan ketimpangan.

    4. Hilangnya Kepercayaan Publik

      Institusi keuangan Islam akan kehilangan esensinya sebagai alternatif berbasis syariah. Ia hanya menjadi replika dari sistem keuangan konvensional dengan sedikit modifikasi istilah atau prosedur, tanpa membawa nilai-nilai Islam yang seharusnya menjadi landasannya.

    5. Melemahnya Fungsi Sosial

      Institusi keuangan Islam tidak akan optimal dalam mengatasi masalah sosial seperti kemiskinan, kesenjangan ekonomi, dan inklusi keuangan. Instrumen-instrumen seperti zakat, wakaf, dan pendanaan mikro syariah tidak akan dijalankan dan dimanfaatkan dengan maksimal.

    6. Tidak Memberikan Nilai Tambah kepada Umat Manusia

      Sebagai entitas ekonomi belaka, institusi keuangan Islam hanya akan mencari keuntungan tanpa memberikan manfaat sosial, spiritual, dan moral kepada umat. Hal ini bertentangan dengan prinsip rahmatan lil ‘alamin yang menjadi tujuan Islam.