ARTIKEL

Ilmu Ekonomi Islam: Rasionel Suatu Disiplin Baru

Penulis: Ikhwan Abidin Basri

Pesatnya kemajuan teknologi masa kini telah menjadikan dunia menyerupai sebuah desa kecil. Kendatipun kepesatan teknologi telah mampu mereduksi secara dramatis jarak antara berbagai belahan dunia, akan tetapi irionis sekali bahwa jurang pemisah hubungan antar manusia justru kian melebar. Dan kendatipun, di satu pihak, terdapat kemajuan dalam memberikan apresiasi terhadap perbedaan-perbedaan budaya, peradaban, tradisi dan gaya hidup kita tetap saja disuguhi berita-berita tentang pelanggaran HAM di mana-mana; tidak saja di negara-negara berkembang melainkan juga di negara-negara maju. Barangkali  inilah salah satu penyebab utama situasi umum di mana fenomena konflik merupakan ciri menonjol yang dominan dalam hubungan antar masyarakat manusia dewasa ini baik itu lokal, regional maupun internasional.

Kini banyak kemajuan yang menyiratkan bahwa hakikat hubungan ini telah mulai berubah. Secara ekonomi kita tengah bergerak menuju suatu kooperasi dan saling ketergantungan. Globalisasi yang kini tengah membentuk dirinya menunjukkan pola di atas. Dalam konteks skenario ekonomi masa kini yang ditandai oleh persaingan, efisiensi, pragmatisme dan keterbukaan adalah sangat tepat jika kita melihat suatu kemungkinan baru yang mencoba mengajukan suatu alternatif dalam disiplin keilmuan sosial dan suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam yang berbeda dari sistem ekonomi konvensional. Ilmu ekonomi Islam (Islamic Economics), barangkali itulah namanya, menjadi pembicaraan yang hangat di kalangan para ilmuwan sosial baik muslim maupun non-muslim. Ilmu Ekonomi Islam ini diyakini merupakan obat mujarab untuk menyembuhkan berbagai macam simptom penyakit ekonomi yang diderita oleh umat manusia sejagat.

Teori Ekonomi Masa Kini

Apabila kita renungkan secara mendalam tentang situasi ekonomi kontemporer, maka kita akan berkesimpulan bahwa ada satu problem ekonomi yang sangat mendasar yang sedang kita hadapi sekarang. Kerangka kerja ekonomi yang telah dikembangkan selama 5 dekade terakhir tidak mampu memecahkan masalah tersebut. Malahan kerangka kerja ekonomi kovensional itu telah menghadapkan kita pada kemiskinan massal, kegagalan tinggal landas dalam proses pembangunan, dan penurunan secara substansial kualitas kesejahteraan material manusia. Di pihak lain, terutama di negara-negara maju, kerangka kerja ilmu ekonomi konvensional tidak mampu memecahkan persoalan-persoalan ekonomi seperti pengangguran, inflasi, stagflasi, ketidakstabilan moneter, defisit anggaran belanja dan masalah-masalah lingkungan. Dalam kaitannya dengan ekonomi internasional, kita justru melihat kian melebarnya disparitas antara berbagai negara dan kawasan baik yang bersumber dari perbedaan penguasaan ilmu pengetahuan maupun teknologi atau karena sebab-sebab sosio-ekonomi yang berujung kepada divergensi kondisi material yang antagonis. Belum lagi ditambah dengan ketidak merataan distribusi pendapatan dan kekayaan yang kini telah menjadi pemicu utama gejolak sosial di mana-mana dan pengurasan sumber-sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui (non-renewable resources) secara irasional telah menjadi suatu ancaman serius bagi kelangsungan peradaban umat manusia.

Banyak pakar yang telah mengisyaratkan kelemahan-kelemahan teroritis ilmu ekonomi konvensional dan sebagian malah ada yang mengajukan proposal radikal dengan mengajukan usul untuk mengganti paradigma ilmu ekonomi yang ada. Prof. P.A. Samuelson, peraih hadiah Nobel dalam ilmu ekonomi tahun 1970, Gunnar Myrdal, peraih Nober 1974, Jan Tinbengen, peraih Nobel pertama di bidang ekonomi pada tahun 1969, Harvey Leibenstein, Kurt Dopfer dan masih banyak lagi yang lain adalah sejumlah kecil dari pakar Barat yang dengan jelas melihat kelemahan dan kekurangan dalam paradigma ilmu ekonomi konvensional. Karena itu amatlah benar jika orang berpendapat bahwa bagaimana mungkin suatu cabang ilmu pengetahun yang di dalam dapur epistimologinya terdapat demikian banyak persoalan filosofis yang tidak terselesaikan akan dapat memberikan kesejahteraan material dan spiritual, kedamaian, kebahagiaan kepada manusia. Maka pantaslah jika persoalan pokok ekonomi seperti pemenuhan kebutuhan pokok, pendidikan, fasilitas kesehatan, keamanan sosial dan lain sebagainya masih jauh dari yang diinginkan dalam buku-buku teks ilmu ekonomi.

Kebangkitan Islam Kontemporer

Menggejalanya kajian-kajian di seputar ilmu ekonomi Islam tidak dapat dipisahkan dari fenomena kebangkitan kembali  (Islamic Resurgance) kepada ajaran-ajaran Islam yang segar dan orisinal dan yang telah melanda di seluruh dunia Islam bahkan di kawasan minoritas Muslim. Studi yang cukup serius dalam aspek ini merupakan buah dari gerakan kebangkitan Islam yang meliputi semua aspek kehidupan manusia, apakah itu politik, ekonomi, moral, ideologis atau kultural. Kebangkitan Islam yang melanda hampir di seluruh dunia kini tengah mencari kehidupan baru, suatu tatanan baru di mana jangkauannya tidak hanya terbatas pada aspek ekonomi belaka. Penggerak utama di balik kebangkitan ini adalah keinginan mereka untuk merekonstruksi struktur masyarakatnya dan perekonomiannya dengan mengadopsi nilai-nilai keimanan, agama dan tradisi sejarah mereka.

Sama dengan gelombang lautan, gelombang kebangkitan ini tidak dapat dihentikan oleh kekuatan manusia manapun juga. Bahkan seorang sekaliber Jimmy Carter, mantan presiden Amerika Serikat, terpaksa harus mengakui riak gerakan kebangkitan Islam di Amerika dengan lapang dada, karena menyadari bahwa gerakan ini tidak dapat dihentikan. Bagaimana mungkin mereka akan menghentikan laju gerakan ini, jika roh yang menjadi penggerak kebangkitan ini adalah Islam itu sendiri.

Islamisasi Ilmu Pengetahuan

Terkesan oleh krisis yang melanda teori ekonomi kontemporer, para pakar ekonomi Muslim mencoba melakukan suatu terobosan dengan membangun suatu pendekatan baru, suatu disiplin baru yang dapat digambarkan sebagai ilmu ekonomi Islam. Tentu disiplin ini masih dalam proses kelahirannya atau dalam pembentukan formatnya. Namun demikian contour-nya sudah sangat jelas.

Nah, apa sebenarnya yang dimaksud dengan ilmu ekonomi Islam itu ? Banyak kalangan umat Islam yang hingga kini masih belum mendapatkan gambaran yang benar mengenai Ilmu ekonomi Islam. Sebagian dari mereka menganggap ilmu ekonomi Islam adalah bank Islam, asuransi Islam dan lembaga-lembaga keuangan Islam lainnya. Sebagian lainnya menggambarkan bahwa ilmu ekonomi Islam adalah bagian dari fiqh yang berkaitan dengan muamalah. Sebagian lainnya bahkan memandang bahwa ekonomi islam itu tidak lain adalah “ayatisasi” – legitimasi teori dengan ayat-ayat al Qur’an – dari ilmu ekonomi yang sedang diajarkan.

Ketidak jelasan mengenai ekonomi Islam itu adalah wajar mengingat bahwa ilmu ekonomi Islam masih dalam taraf pembentukan. Meskipun para pakarnya sudah memberikan gambaran yang lebih jelas dan komprehensif, tetapi pada tingkat lintas disiplin masih menemukan berbagai tanggapan sehingga masih sangat perlu adanya perjernihan konsep untuk mendudukan persoalan tersebut pada proporsi yang tepat.

Di sini akan dicoba untuk memberikan batasan tentang ilmu ekonomi islam berdasarkan definisi-definisi yang diajukan oleh para pioner ekonomi Islam. Ilmu ekonomi Islam adalah suatu upaya yang sistematis mempelajari masalah-masalah ekonomi dan perilaku manusia dan interaksi antara keduanya. Upaya ilmiah itu juga mencakup masalah pembangunan suatu kerangka kerja ilmiah untuk membentuk pemahaman teroritis (theoritical understanding), rekayasa institusi yang diperlukan dan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan proses produksi, distribusi dan konsumsi yang dapat membantu memenuhi kebutuhan manusia secara optimal dan ideal.

Tentu saja batasan di atas masih bersifat tentatif namun jelas memberikan gambaran yang  tegas bahwa ilmu ekonomi Islam adalah studi tentang problem-problem ekonomi dan institusi yang berkaitan dengannya. Ilmu ekonomi Islam memiliki akar teologi, tetapi ia bukanlah kajian yang mendalam tentang teologi dan memang bukan bagian dari teologi. Ilmu ekonomi Islam memiliki hubungan yang erat dengan fiqh dan perudang-undangan islam (syari’ah dan tasyri’) terutama subjek yang berkaitan dengan hubungan antara manusia (muamalah). Akan tetapi ia bukanlah suatu aspek dari fiqh. Ilmu ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi; dan keprihatinan utamanya adalah problema-problema ekonomi dan institusinya. Dalam perspektif inilah ia seharusnya dipandang sebagai suatu disiplin akademik.

Ekonomi Islam dan Ekonomi Tradisional

Beberapa Perbedaan

Akan tetapi apa sesungguhnya yang membedakan antara ilmu ekonomi Islam dan ilmu ekonomi yang berlaku pada umumnya yang sudah biasa kita kenal dengan ekonomi konvensional (conventional economics)?

Pertama dan yang pokok adalah ilmu ekonomi, dalam pandangan Islam, tidak dapat netral terhadap nilai-nilai. Ilmu ekonomi Islam (Islamic Economics) jelas akan melakukan fungsi eksplanatori (penjelasan) terhadap suatu fakta secara objektif. Ia juga akan melakukan fungsi prediktif seperti yang dilakukan oleh ilmu ekonomi konvensional. Dalam menjalankan kedua fungsi ini, ia menjalankan fungsi utama sains secara positif atau mencoba menjelaskan “apa” (what is). Namun kiprahnya tidak hanya terbatas pada aspek positif berupa penjelasan dan prediksi saja. Pada tahapan tertentu ia harus juga melakukan fungsi normatif, menjatuhkan penilaian (value judgement) dan menjelaskan apa yang seharusnya (what should be). Ini berarti bahwa ilmu ekonomi Islam bukanlah value-netral. Ia memiliki seperangkat nilainya tersendiri, kerangka kerja nilai-nilai di mana ia beroperasi. Karena itulah maka reformasi ekonomi Islam tak dapat dilakukan secara isolasi atau parsial, ia hanya dapat dilakukan dalam konteks Islamisasi masyarakat secara total.

Kedua, dalam kerangka ini, hubungan-hubungan teknis akan dipelajari dan dikembangkan dengan tetap mempertimbangkan maslahat dan tetap dalam konteks suatu kerangka nilai. Dengan demikian ilmu ekonomi Islam tidak hanya berbicara tentang bagaimana perilaku manusia ekonomi itu (economic man) dalam lapangan ekonomi, tetapi juga bagaimana suatu disiplin normatif dapat diimplementasikan dan diinjeksikan ke dalam diri manusia ekonomi itu sehingga sasaran yang hendak diinginkan Islam dalam bidang ekonomi dapat diwujudkan. Pola perilaku manusia ekonomi dalam paradigma ilmu ekonomi konvensional akan berbeda dari pola perilaku manusia Muslim tidak saja dalam bidang ekonomi, melainkan juga di seluruh bidang. Ini suatu realitas.

Ketiga, karena citranya yang demikian itulah maka dalam kerangka kerja ini terdapat peran kebijakan dari sektor pemerintah terhadap perilaku manusia agar tetap berada pada arah realisasi dan pemenuhan akan nilai-nilai tersebut. Hal ini menjadikan lingkup kajian ilmu ekonomi Islam lebih luas dan komprehensif. Lebih komprehensif karena ia bukan hanya berbicara tentang motif tetapi juga perilaku, lembaga dan kebijakan. Ia memperlajari perilaku manusia seperti apa adanya, namun ia juga memiliki suatu visi tertentu di masa yang akan datang di mana perilaku manusia harus diarahkan kepadanya. Pendekatan demikian merupakan ciri menonjol dari ilmu ekonomi Islam.

Bila kita mempelajari ajaran-ajaran Islam di bidang ini, kita dapat menyimpulkan beberapa poin yang sangat penting sebagai petunjuk untuk membangun disiplin ini. Pertama, Islam memberikan petunjuk kepada kita tentang adanya seperangkat tujuan dan nilai-nilai dalam kehidupan perekonomian. Kedua, Islam memberikan kepada kita sikap psikogis dan satu sprektrum yang mengandung motif-motif dan insentif. Islam juga memasok prinsip-prinsip hubungan perekonomian. Pokok-pokok petunjuk di atas merupakan hasil inferensi yang kita petik dari ruh ajaran Islam.

Dengan demikian ekonomi, bagi umat Islam, merupakan salah satu bagian dari sistem ideologi dan etika Islam. Sebagai suatu ajaran dari keseluruhan suatu bangunan, ia jelas memiliki ciri-ciri yang menonjol akan tetapi ia tidak bisa berdiri sendiri. Ia hanya dapat berjalan optimal jika keseluruhan sistem berjalan ke arah yang satu. Karena itu Islamisasi ekonomi hanya mungkin terjadi secara efektif dan komprehensif jikalau hal itu dibarengi dengan Islamisasi di bidang-bidang kehidupan yang lain. Hanya dengan cara seperi inilah maka rahmat Islam akan dapat dirasakan tidak saja baik kaum Muslimin sendiri melainkan juga bagi seluruh manusia dan makhluk lain di jagat raya.Wallaahu a’lam bish-shawaab.