ARTIKEL

‘Goreng-Menggoreng Saham’: Dosa di Balik Cuan

Penulis: Muhammad Faishol

Prinsip dasar dalam Islam, segala bentuk mu’amalah (transaksi ekonomi) pada dasarnya diperbolehkan (al-ashl fi al-mu’amalah al-ibahah) selama tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan. Prinsip utama selanjutnya yang harus dijaga adalah (1) keadilan, (2) transparansi, (3) kerelaan kedua belah pihak, dan (4) tidak ada pihak yang dizalimi.

Praktik “goreng-menggoreng saham” atau التلاعب بأسعار الأسهم (al-tala’ub bi as’ar al-ashum) adalah sebuah skema manipulasi yang secara terang-terangan merusak seluruh prinsip utama tersebut. Praktik ini bukan sekadar spekulasi berisiko tinggi, melainkan sebuah tindakan kejahatan ekonomi teroganisir. Keuntungan yang didapat oleh para manipulator (“bandar”) bukanlah hasil dari pertumbuhan bisnis yang riil, melainkan keuntungan yang direnggut secara paksa dari kerugian investor lain melalui tipu daya.

Dalam artikel ini, kita akan menyoroti dosa ‘goreng-menggoreng saham’ dari kacamata Islam, dengan merujuk pada Al-Qur`an dan al-Sunnah. Namun, penting untuk dicatat, inti dari kesalahan-kesalahan dalam praktik ini adalah universal. Manipulasi pasar yang penuh tipu daya, ketidakjujuran, dan niat merugikan orang lain, pada dasarnya bertentangan dengan prinsip keadilan dan moral yang diakui luas oleh hukum, filsafat, dan berbagai keyakinan agama yang eksis di seluruh penjuru dunia. Termasuk, larangan keras terhadap praktik ini juga berlaku di regulasi pasar modal mana pun, tak peduli apapun ras, klan, warna kulit, agama, atau suku bangsa si pelakunya.

Berikut adalah uraian dosa-dosa dan unsur-unsur keharaman yang terkandung di dalamnya, beserta dalil dan uraiannya.

1. Dosa Mengambil Harta Secara Batil (Akl al-Mal bi al-Bathil)

Ini adalah dosa paling dasar dan paling komprehensif yang mencakup praktik ini. “Goreng-menggoreng saham” adalah salah satu bentuk paling nyata dari memakan harta orang lain dengan cara yang tidak benar.

Dalil Al-Qur`an:

Allah Swt. berfirman dalam al-Nisa`, ayat 29:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang salah (bathil), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kalian.

Uraian:

  1. Ayat ini secara tegas melarang mengambil harta orang lain melalui cara-cara yang tidak dibenarkan oleh Syariat, seperti penipuan, perjudian, dan manipulasi.
  2. Dalam konteks “goreng-menggoreng saham”, keuntungan yang diperoleh “bandar” bukanlah dari “perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka” yang jujur. Kerelaan (ridha) dari investor ritel yang membeli di harga puncak adalah kerelaan (suka sama suka) yang cacat, karena didasari oleh informasi palsu dan persepsi permintaan semu yang sengaja diciptakan.
  3. Harta investor ritel yang hilang dan berpindah ke tangan manipulator adalah bentuk nyata dari akl al-mal bi al-bathil. Pelaku secara sadar merancang sebuah skema agar bisa menyedot harta investor lain secara tidak benar (bathil).

2. Dosa Rekayasa Permintaan Palsu

Ini adalah dosa yang paling spesifik dan paling akurat untuk menggambarkan proses “memompa (pumping)” harga saham. Al-najsy adalah praktik di mana seseorang (atau sekelompok orang) berpura-pura menawar atau membeli suatu barang dengan tujuan memancing orang lain agar ikut menawar dengan harga lebih tinggi, padahal ia tidak berniat untuk benar-benar membelinya.

Dalil Hadis:

Abdullah Ibnu Umar r.a. menceritakan,

نَهَى النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم عَنِ النَّجْشِ

Nabi saw. melarang dari praktik al-najsy. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Uraian:

  1. Najsy adalah menawar harga suatu barang padahal sebenarnya tidak bermaksud untuk membelinya, melainkan hanya agar orang lain tertarik dan termotivasi, kemudian ikut menawar dengan harga yang lebih tinggi.
  2. Para ulama sepakat bahwa ‘illah (alasan hukum) pelarangan al-najsy adalah karena adanya unsur penipuan (khida’) yang menciptakan harga palsu dan merugikan pembeli yang jujur.
  3. Praktik “menggoreng saham” adalah al-najsy dalam bentuknya yang modern dan masif. “Bandar” dan jaringannya melakukan transaksi jual-beli semu di antara mereka sendiri untuk menciptakan volume transaksi yang tinggi dan menaikkan harga secara artifisial, manipulatif, bukan karena faktor ekonomi yang wajar atau alami.
  4. Tindakan ini persis seperti para penawar palsu dalam lelang. Tujuannya sama: menipu investor lain agar mengira saham tersebut sedang diminati banyak orang (permintaan tinggi), sehingga mereka terpancing untuk membeli di harga yang sudah melambung tinggi. Ini adalah penipuan murni dan karenanya haram.

3. Dosa Pengelabuan (al-Ghisy & al-Tadlis)

Proses “menggoreng saham” tidak akan berhasil tanpa menyebarkan informasi yang menyesatkan, baik berupa rumor, analisis palsu, atau promosi berlebihan (pumping).

Dalil Hadis:

Abu Hurayrah ra. menceritakan Rasulullah saw. bersabda:

مَنْ غّشَّ فَلَيْسَ مِنِّيْ

Siapa yang menipu, maka ia bukan bagian dari aku. (HR. Muslim)

Uraian:

  1. Ghisy adalah tindakan seseorang menampakkan sesuatu tidak sebagaimana keadaan aslinya. Bentuknya bisa:
    1. Memberi kesan seolah ada kelebihan atau kualitas baik yang sebenarnya tidak ada;
    2. Menyembunyikan kekurangan atau cacat; atau
    3. Mencampur sesuatu dengan bahan lain untuk menipu.
  2. Hadis ini menunjukkan betapa besarnya dosa menipu (ghisy). Ancaman “ia bukan bagian dari aku” merupakan salah satu ancaman terkeras dalam Syariat. Frasa “ia bukan bagian dari aku” artinya tidak termasuk dalam golongan umat yang mengikuti akhlak dan jalan Rasulullah saw., termasuk dapat ditafsirkan secara ekstrim dengan “bukan penganut … “! (Isi sendiri titik-titiknya)
  3. “Bandar” saham secara aktif melakukan ghisy dan tadlis (menyembunyikan kebenaran) dengan menyebarkan sentimen positif palsu melalui media sosial, forum, atau influencer untuk memompa harga. Mereka mengelabui publik agar percaya bahwa kenaikan harga saham didasari oleh fundamental perusahaan yang kuat, padahal itu semua adalah rekayasa.
  4. Setiap keuntungan yang didapat dari hasil menipu ini adalah harta haram yang “kualatnya” tidak berhenti setelah kematian. Kalau masih percaya kualat!

4. Dosa Menimbulkan Kerugian (al-Dharar)

Inti dari skema ini adalah keuntungan satu pihak yang pasti berasal dari kerugian pihak lain yang telah ditipu. Ini bertentangan dengan prinsip dasar Islam untuk tidak membahayakan atau merugikan orang lain.

Dalil Hadis:

Abu Sa’id al-Khudriy ra. bercerita, Rasulullah saw. bersabda:

لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ

Tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain. (HR. al-Daraquthniy dan al-Hakim)

Uraian:

  1. Hadis ini―yang kemudian dijadikan prinsip fiqih universal (al-qa’idah al-fiqhiyyah)― melarang merugikan orang lain dan melarang balas merugikan lebih dari yang seharusnya.
  2. Proses “membuang” (dumping) saham di harga puncak adalah tindakan yang secara sengaja dan terencana menimbulkan kerugian besar (dharar) bagi para investor yang terjebak. Keuntungan si “bandar” berbanding lurus dengan kerugian para korbannya, bahkan lebih besar jika menghitung “luka” sosial dan psikologis yang diderita.
  3. Islam tidak dan tidak akan pernah membenarkan keuntungan yang dibangun di atas kerugian orang lain. Praktik ini secara nyata melanggar prinsip fundamental ini.

Berdasarkan 4 (empat) petunjuk Islam di atas, tidak ada keraguan sedikit pun bahwa praktik “goreng-menggoreng saham” adalah haram (pake’ banget), dosa besar. Bagaimana tidak? Praktik “goreng-menggoreng saham” merupakan kombinasi atau hibrida dari berbagai dosa yang saling terkait:

  1. Dosa Mengambil harta orang lain secara tidak benar;
  2. Dosa Rekayasa permintaan palsu;
  3. Dosa Pengelabuan; dan
  4. Dosa Menimbulkan kerugian pada orang lain.

Sekali “goreng”, gak tanggung-tanggung, bos! Ente langsung borong “cuan” 4 (empat) dosa combo sekaligus, plus satu dosa baru paket diamond berupa dosa “mainin” agama kalo’ yang “digoreng” adalah saham yang ada dalam DES! Itu udah level nge-prank malaikat. Yakin siap cilaka? Gak worth it blas!

Bagi seorang muslim, berinvestasi di pasar modal diperbolehkan selama instrumennya halal dan caranya sesuai dengan Syariat (baca fatwa DSN-MUI ini). Namun, keterlibatan dalam skema manipulasi, baik sebagai pelaku utama (“bandar”), influencer, maupun sebagai pengikut (follower) yang sadar akan skema tersebut, adalah tindakan yang mengundang murka Allah, Sang Pemberi Rezeki. Gak tanggung-tanggung, bos! Sekali goreng langsung “cuan” 4 (empat) dosa sekaligus, plus satu dosa besar baru berupa memainkan agama kalau yang digoreng adalah saham yang terdaftar dalam DES!

Wallah a’lam bi al-shawab