INFO

Keynote Speech Ijtima’ Sanawi (Annual Meeting) DPS Tahun 2021

Assalamuálaikum warahmatullahi wabarakatuh
Bismillahirrohmanirrohim,

Yang saya hormati:
Gubernur Bank Indonesia;
Menteri Keuangan;
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan;
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia;
serta
Para undangan dan peserta yang berbahagia.

Saya menyambut baik atas diselenggarakannya pertemuan tahunan Ijtima’ Sanawi Dewan Pengawas Syariah se Indonesia, yang tahun ini mengangkat tema: “Penguatan peran DPS dalam mendukung ekosistem ekonomi Syariah melalui digitalisasi dan integrasi dana komersial dan dana sosial Islam”. Tema ini memiliki munasabah (relevansi) yang kuat dengan kondisi yang terjadi saat ini dan bersesuaian dengan agenda yang sedang dijalankan Pemerintah.

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, digitalisasi ekonomi menjadi fenomena yang tidak terelakkan (مما لا بد منه). Proses digitalisasi semakin terakselerasi dengan terjadinya pandemi covid-19, di mana setiap orang dipaksa untuk tidak berinteraksi secara langsung karena merupakan bagian protokol kesehatan, dan kemudian menggantinya dengan berinteraksi melalui ruang virtual. Diyakini telah terjadi perubahan perilaku masyarakat terhadap penggunaan sistem digital yang menjadi suatu kebutuhan.

Proses digitalisasi ini secara pasti juga akan masuk di sektor ekonomi dan keuangan syariah. Oleh karena itu, penting sekali bagi setiap pemangku kepentingan untuk mempersiapkan infrastruktur ataupun suprastrukturnya secara lebih matang. DPS sebagai pihak yang terlibat langsung dalam pengawasan kepatuhan kesyariahan di setiap Lembaga Keuangan dan Bisnis Syariah harus terinformasi dengan baik terkait digitalisasi ekonomi. DSN MUI juga perlu untuk menyiapkan perangkat fatwa sebagai alat para DPS melakukan pengawasan di Lembaga Keuangan dan Bisnis Syariah.

Fenomena digitalisasi merupakan peluang besar bagi percepatan pertumbuhan ekonomi Syariah di Indonesia, dan diyakini dapat mempercepat penetrasi pasar Lembaga Keuangan dan Bisnis Syariah. Hal itu dikarenakan: Pertama, digitalisasi sangat potensial menarik generasi muda yang jumlahnya sangat besar, untuk masuk dan terlibat langsung ke pasar Lembaga Keuangan dan Bisnis Syariah. Secara statistik, penduduk Indonesia saat ini didominasi oleh generasi Z dan generasi milenial. Mereka inilah yang akan menjadi pelaku penting ekonomi Syariah digital karena telah melek internet sejak usia dini dan cenderung memiliki minat yang besar untuk memilih gaya hidup yang sesuai dengan agama dan keyakinannya.

Selain itu, anak muda juga mendominasi generasi yang populer disebut Gen-Sy, yaitu generasi yang ingin menyeimbangkan kehidupan duniawi dan rohaninya. Anak-anak muda ini akrab dengan produk dan layanan perbankan Syariah. Ditambah lagi dengan pandemi Covid-19 yang menjadikan mayoritas publik (58,8%) cenderung lebih religius dan lebih memilih lembaga keuangan dengan prinsip Syariah. Data ini harus dimanfaatkan dan dikelola betul, sehingga dapat dikonversi ke dalam akselerasi peningkatan ekonomi Syariah.

Alasan kedua adalah karena digitalisasi ekonomi memaksa pelaku pasar untuk menyediakan produk dan layanan Lembaga Keuangan dan Bisnis Syariah yang lebih kompetitif, memudahkan, efektif serta efisien. Dan oleh karenanya perlu didukung oleh berbagai pemangku kepentingan. OJK harus segera mengeluarkan perangkat peraturan yang mengikuti trend digital tersebut sehingga dapat menjaga kenyaman berinvestasi sekaligus menjaga kepercayaan masyarakat. DSN MUI juga harus cepat memberikan panduan nilai-nilai Syariah dalam perkembangan ekonomi digital ini, sehingga kepercayaan kesyariahan dari masyarakat terhadap Lembaga keuangan dan bisnis Syariah tetap terjaga dengan baik. Pelaku industri keuangan Syariah agar menciptakan produk atau layanan yang bisa lebih memudahkan masyarakat untuk  mengakses Lembaga keuangan dan bisnis Syariah, karena salah satu fungsi dari Lembaga keuangan dan bisnis Syariah ialah untuk melayani publik agar lebih mudah memperoleh kebutuhannya (khidmah ijtimai’yyah li taysir al-muhtajin wa al-mudhtharrin).

Saudara-saudara sekalian,
Tema yang diangkat Ijtima’ juga sesuai dengan agenda Pemerintah dalam upaya memperkuat perekonomian nasional, yaitu mendorong ekonomi Syariah menjadi pilar penting dalam perekonomian nasional dengan fokus pada;
(a). pengembangan industri produk halal,
(b). pengembangan industri keuangan syariah,
(c). pengembangan dana sosial syariah, serta
(d). pengembangan dan perluasan usaha Syariah.

Berbagai ikhtiar telah dilakukan Pemerintah dalam mewujudkan 4 fokus di atas. Pemerintah berupaya menciptakan ekosistem keuangan Syariah yang lebih lengkap. Di bidang perbankan, tiga bank Syariah milik Pemerintah digabung menjadi satu bank sehingga diharapkan dapat menjadi lokomotif sektor keuangaan syariah di tanah air. Selain itu, Pemerintah juga ingin memperbanyak pendirian Bank Wakaf Mikro (BWM), Baitul Mal wat-Tanwil (BMT), Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS), dan koperasi syariah, termasuk dukungan pengembangannya.

Di bidang pembiayaan, berbagai instrumen keuangan syariah juga telah diupayakan oleh pemerintah seperti peluncuran surat berharga syariah atau sukuk, pengembangan filantropi Islam melalui Gerakan Nasional Wakaf Uang dan Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS), serta hadirnya sejumlah aplikasi dan kanal-kanal keuangan syariah secara digital di market place.

Di sektor rill, pemerintah juga terus berupaya mengembangkan rantai pasok produk halal atau halal supply value chain, di antaranya dengan mendirikan berbagai Kawasan Industri Halal (KIH). KIH diharapkan akan menciptakan ekosistem produk halal dalam satu kawasan. Selanjutnya, yang mejadi tantangan bagi kita adalah mengisi kawasan industri halal dan menarik pelaku usaha termasuk UMKM menjadi bagian dari ekosistem KIH.

Pemerintah juga mendorong secara intensif pengembangan Islamic Social Fund, berupa zakat, infak, sedekah dan wakaf (ZISWAF). Terkait wakaf, menurut hasil Survei Indeks Literasi Wakaf 2020, literasi wakaf di Indonesia relatif masih rendah. Dahulu wakaf dilakukan melalui aset tetap seperti tanah agar mudah dijaga, tidak berkurang dan tidak hilang. Saya berharap, pada era kekinian aset wakaf bisa berupa aset bergerak seperti saham, surat berharga, deposito syariah, bahkan dana yang disimpan di rekening wakaf. Selama aset pokoknya tidak berkurang dan yang dibagikan adalah hasil pengembangannya.

Tugas pemerintah bersama Badan Wakaf Indonesia (BWI) adalah mendorong dan memastikan perbaikan tata kelola lembaga wakaf, agar dana yang dihimpun memenuhi kaidah-kaidah wakaf dan tidak disalahgunakan. Dana wakaf adalah dana abadi umat, yang jumlah pokoknya tidak boleh berkurang, tetapi manfaatnya terus berkembang. Dalam konteks ini MUI telah menetapkan fatwa tentang wakaf uang pada tahun 2002, dan pemerintah juga telah menginisiasi Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) yang diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo. Diharapkan di masa mendatang, dana sosial syariah ini betul-betul dioptimalkan sehingga dapat berpengaruh signifikan bagi peningkatan kesejahteraan umat Islam.

Hadirin yang berbahagia,
Ekonomi dan keuangan syariah tidak boleh dilihat hanya dari sisi kesesuaian syariahnya saja, melainkan juga harus efisien dan kompetitif sehingga menjadi pilihan yang rasional bagi semua orang, tidak hanya bagi kaum muslim saja.

Saya meyakini Dewan Pengawas Syariah dapat menyesuaikan diri dengan cepat mengikuti perkembangan fenomena ekonomi saat ini yang bergerak cepat ke ranah ekonomi digital. Fungsi dan peran DPS sangat vital dalam rangka memastikan dijalankannya prinsip Syariah di Lembaga Keuangan dan Bisnis Syariah, yang dalam ekonomi digital permasalahannya pasti sangat berbeda dibanding sebelumnya.

Perangkat pengawasan yang dibutuhkan DPS berupa fatwa dan pedoman implementasi fatwa juga harus dapat mengikuti arah perkembangan ekonomi digital ini. DSN-MUI yang punya tugas dan peran merumuskan fatwa dan pedoman implementasi fatwa telah memiliki perangkat metodologi penetapan fatwa yang sangat memungkinkan untuk cepat merespons kebutuhan tersebut. Manhajul ifta yang telah mengakar kuat di DSN diharapkan juga terus dikembangkan, mengikuti perkembangan dan tuntutan zaman. Hal itu sangat dimungkinkan karena wilayah mu’amalah merupakan ladang yang luas untuk dilakukan ijtihad-ijtihad baru dalam pengembangan ekonomi Syariah yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman, tanpa meninggalkan prinsip-prinsip dasar yang telah diletakkan oleh para Ulama.
Manhajul ifta` di DSN-MUI yang saat ini ada merupakan formulasi yang telah disesuaikan dengan corak keberagamaan umat Islam di Indonesia yang moderat (wasathy), tidak rigid/kaku (tasyadudi) dan tidak menggampangkan (tasahuli). Oleh karena itu, manhaj yang mengedepankan pendekatan tadriji (gradual) dan makhariji (solutif) menjadi pilihan yang diyakini lebih tepat, sehingga masih tetap bisa menjaga daya saing LKS dan LBS dalam membuat produk dan fitur, dan di sisi lain tetap masuk dalam lingkup manhaj yang mu’tabar. Pendekatan seperti inilah yang diharapkan dapat menghadirkan ekonomi Syariah dengan wajah yang lebih inklusif. Sehingga dapat menggaet lebih luas segmen masyarakat untuk bermu’amalah melalui ekonomi Syariah.

Saya berharap Ijtima’ Sanawi DPS se Indonesia tahun 2021 ini dapat merumuskan pokok-pokok pikiran yang konstruktif serta dapat terjalin sinergi dan koordinasi yang lebih baik di antara stakeholders ekonomi Syariah, sehingga lebih mudah untuk melakukan upaya penguatan ekonomi Syariah di Indonesia.

Akhirnya, dengan mengucapkan “Bismillahirrahmanirrahim “, Ijtima’ Sanawi Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia tahun 2021 secara resmi saya nyatakan dibuka. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan ‘inayah-Nya dan meridai setiap ikhtiar yang kita lakukan.

Wallahul muwaffiq ilaa aqwamith thariiq.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.